Selasa, 14 Desember 2010

Pajak Outsourcing II

Dugaan Vendor Outsourcing BRI Ngemplang Pajak lebih dari 1 M setiap Bulan


Setelah memotong pendapatan karyawan outsourcing ternyata para vendor outsourcing ini patut di duga tidak membayar pajak sesuai dengan kenyataan yang ada, lebih dari 1 Milyar rupiah pendapatan pajak yang tidak masuk ke kas pajak negara setiap bulannya.

Saya ucapkan terima kasih kepada temen-teman yang ikut urun rembug (diskusi ) yang telah banyak, memberikan masukan dan kritikan kepada saya. Setelah tulisan potongan gaji outsourcing II online di blog ini,  dua hari kemudian penulis menerima email dari salah satu rekan pekerja outsourcing BRI, kebetulan dia seorang teller di di salah satu cabang BRI. Apa yang dikirmkan ke email saya ? tiga buah copy voucher/slip mengenai gaji Outsourcing, dan setelah saya hitung ulang tabel potongan gaji outsourcing ternyata  tepat dan hanya selisih Rp 1,- saja. Dari tiga copy kiriman slip tersebut masih bisa dirinci dengan jelas sebagai berikut :
Dari tabel diatas dapat ditarik tiga kesimpulan :

Pertama, vendor mendapatkan imbal jasa selain manajemen fee meskipun pendapatan ini dikembalikan ke karyawan dalam bentuk THR dan Tunjangan cuti, asuransi kesehatan, dan jamsostek, karena  item ini yang tidak langsung diberikan ke karyawan, maka penulis mengartikan di simpan oleh vendor dan dapat dikategorrikan sebagai pendapatan vendor. Cara pemotongan seperti ini sebenarnya melanggar pasal 22 PP no 8 Th 1981, Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yang diperjelas dengan  Surat Edaran Nomor SE-53/PJ/2009 maka pendapatan pihak vendor harus dikenakan Pph 23 sebesar 2% dari total pendapatan bruto yaitu Rp 15.847,- (2% dari Rp 792,369, baris o dalam tabel o,), artinya ada selisih kas pembayaran pajak Rp 15.847 – Rp 7,237,- =  Rp 8.610,-. Jika diasumsikan jumlah karyawan outsourcing BRI ada 24.000 orang maka negara akan kehilangan potensi pajak sebesar = 24.000 X Rp 8.610,- = Rp 206.637.644,- setiap bulannya.

Kedua, Jika pihak vendor tidak mau menjelaskan secara rinci komponen gaji karyawan outsourcing maka sesuai dengan butir 2 ayat c lampiran di SE-53/PJ/2009 maka dasar nilai wajib kena Pph 23 adalah total tagihan sebelum Ppn 10%. Dengan demiki besar Pph yang wajib di setor adalah Rp 2.774.369,- X 2% = Rp 55.487,-. Ada  selisih pembayaran sebesar Rp 55.487 – Rp 7,237 = Rp 48.250. Jika diasumsikan jumlah karyawan outsourcing BRI ada 24.000 orang maka negara akan kehilangan potensi pajak Pph 23 sebesar = 24.000 X Rp 48.250,- = Rp 1.157.997.644,- setiap bulannya. Patut di duga Lebih dari 1 Milyar Pajak tidak masuk ke Kas negara setiap bulannya.

Ketiga, Sudah seharusnya vendor menjalankan proses penggajian karyawannya apa adanya, artinya semua karyawan harus menerima gaji seperti yang dikeluarkan pihak BRI dikurangi Management fee saja, dengan resiko vendor harus membayar membayar THR, Jamsostek dari pendapatan vendor sendiri.   Jika vendor menerapkan langkah ini maka Pph 23 untuk karyawan tersebut hanya Rp 7.237,- sudah tepat, sehingga tidak melanggar aturan perpajakan, cara ketiga inilah yang paling bijaksana, pilihan dengan resiko hukum terkecil dari pada dua kesimpulan diatas,kalau vendor keberatan dengan aturan THR atau Jamsostek ya ngak usah di bayar, toh tidak ada aturan hukum jika perusahaan tidak membayar THR dan denda sangat ringan jika melanggar jamsostek, maximal denda hanya Rp 200.000,- dan sanksi administrasi saja bagi perusahaan yang melanggar aturan jamsostek. Biarkan masyarakat yang menilai bahwa bekerja di bank yang menghasilkan pendapatan terbesar bagi negara, ternyata sebagian besar pekerjanya tidak mendapatkan THR dan Perlindungan Jamsostek. Jangan paksa kami untuk menjaga nama baik perusahaan dengan membayar tunai lebih dari 35% dari  gaji kami setiap bulannya, hanya untuk menutupi kebobrokan outsourcing di BRI. Lebih bijak jika kami menjaga nama baik perusahaan dengan kinerja yang terbaik buat perusahaan.


Minggu, 05 Desember 2010

Potongan Gaji Outsourcing II

Setelah berbulan-bulan menghitung daftar gaji teman-teman outsourcing, akhirnya ketemu juga rincian gaji yang dikeluarkan oleh BRI ke vendor untuk setiap bulannya. Maklum komponennya harus tepat dan cocok jika dihitung untuk teman di dibagian lain sperti CS, Deskman, Frontliner, Teller.

Khusus untuk teler ada selisih Rp100.000,- dan setelah dihitung dan dikonsultasikan ke teman-temen ternyata angka ini adalah tunjangan resiko kas, namun tidak diterima oleh si teller tersebut. Tunjangan resiko kas ini disimpan dimana penulis tidak tahu. Kemungkinan pihak BRI mencadangkan resiko kas atas kesalahan teller dari dana ini.

Untuk teller, cs, frontliner, dan administrasi ada kenaikan gaji pokok sesuai dengan masa kerjanya sebesar Rp.150.000,- dengan demikian teman-teman ini ada yang punya gaji pokok Rp 1.400.000,  Rp 1.550.000, dan Rp .1.700.000 tergantung dari lama  bekerja.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa THR dan Tunjangan Cuti adalah omong besar dari pihak vendor,  karena realitanya adalah kumpulan/akumulasi dari gaji kita yang dipotong tiap bulan

Jumat, 29 Oktober 2010

Potongan Gaji Outsourcing

Niat Baik Manajemen BRI Yang Tak Kesampaian
Disadari atau tidak, disengaja atau tidak manajemen BRI menurut penulis berusaha untuk memberikan upah yang layak menurut angka komponen kehidupan yang layak, sayangnya niat baik ini di mentahkan begitu saja oleh vendor outsourcing
Jika ada waktu luang, saya sering berpikir sesuatu yang sesuai dan mampu di analisa dan di logika oleh pikiran saya, maklum dari pada bengong atau ngrasani tetangga atau teman kerja. Saya sering berpikir kenapa manajemen BRI menentukan biaya outsourcing untuk amKUR dengan angka Rp 1.838.051 untuk setiap bulannya meskipun yang kita terima tidak lebih dari 1,176 juta  saja, lebih dari 35% menguap karena berbagai alasan. Angka tersebut (Rp 1.838.051) pasti bukan angka yang ngawur atau turun dari langit begitu saja.  Setelah berminggu-minggu berpikir dan atas bantuan eyang google yang sakti mandra guna dalam hal mencari informasi, ternyata ada peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi yang menjadi acuan penentuan kehidupan yang layak, Bahkan menurut Kepmen 17/MEN/VIII/2005 diatur lebih lanjut tentang angka komponen kehidupan yang layak atau yang lebih dikenal dengan angka KHL. Sangat menarik rujukan peraturan kepmen yang diterbitkan pada era bapak Fahmi Idris  ini,  peraturan ini memberikan gambaran penentuan  kehidupan yang layak berdasarkan  apa yang diperlukan untuk hidup yang layak tanpa diet, maklum KHL ini mengacu kepada kebutuhan 3000 Kalori/hari. Sangat lengkap komponennya mulai dari beras sebagai bahan pokok hingga obat anti nyamuk yang merupakan kebutuhan tersier, Kebutuhan kesehatan sampai dengan sandal jepit pun di tulis dalam lampiran, ada sekitar 46 item kebutuhan untuk hidup layak mulai dari kebutuhan pokok/primer, sekunder sampai tersierpun di akomodasi dalam lampiran kepmen ini.
Setelah tahu komponen-kompenen KHL saya meminta bantuan istri tercinta untuk mengisi daftar komponen tersebut, istri saya sangat paham dengan angka-angka ini karena setiap hari berjualan sembako di pasar tradisional Wonokromo Surabaya. Mulailah saya memasukkan angka-angka tersebut ke dalam worksheet excel, dengan patokan dengan kwalitas barang/kebutuhan yang sedang-sedang saja atau kelas menengah, Setelah mengutak-atik angka tersebut akhirnya muncul Rp 1.378.538,25 (Melihat angka ini sya jadi mengerti mengapa ada angka UMP/UMR yang memakai koma alias tidak selalu bulat). Disadari atau tidak, sengaja  maupun tidak sengaja menurut pikiran saya pihak BRI telah berusaha memberikan  25% lebih bayak dari KHL tersebut, sehingga ketemu angka Rp 1.838.051,-
Namun apa daya niat baik manajemen BRI dimentahkan oleh vendor, tega-teganya vendor mengambil 35% lebih dari hak kita dengan berbagai alasan yang menurut vendor masuk akal, masuk akal bagi vendor namun  tidak masuk akal dibenak pikiran kita, sehingga kita sebagai amKUR hanya menerima 1,176 juta yang menurut perhitungan diatas dibawah angka KHL (kehidupan yang layak).

Kamis, 14 Oktober 2010

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT )

Pelanggaran UU di Perjanjian Kerja Waku Tertentu (PKWT) pekerja BRI

Pekerjaan yang boleh dioutsourcing adalah pekerjaan yang bukan merupakan pekerjaan utama/Bisnis inti perusahaan. Bagi sebagian besar perusahaan perkerjaan utama atau bukan masih debatable/tidak jelas. Contohnya manajemen perusahaan rokok bilang bahwa tukang linting rokok adalah bukan pekerjaan utama, padahal siapapun tahu yang bikin rokok kretek adalah tukang linting rokok tersebut namun perusahaan sah-sah saja menganggap itu bukan pekerjaan utama, karena memang tidak ada patokannya untuk menentukan apakah bisnis utama atau bukan. Bagi perusahaan rokok yang menjadi pekerjaan utama adalah bagian pencampur komposisi rokok. Semua perbedaan pandangan terjadi karena tidak ada aturan yang jelas. Namun bagi perbankan aturannya sudah sangat jelas sesuai dengan UU perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, silahkan teman-teman menerjemahkan sendiri pekerjaaan anda selama ini, bagi yang merasa terlibat menyalurkan dan menghimpun dana berarti berada di bisnis inti., tentunya pasti tidak tepat kalau menggunakan sistem outsourcing.

Hampir semua outsourcing di BRI menggunakan model PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), dimana perjanjian kerja antara karyawan dan vendor dimaksudkan untuk mengadakan hubungan kerja waktu tertentu untuk pekerjaan tertentu pula. Jika merujuk pasal 56-59 UU Ketenagakerjaan, pembuatan PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Berdasarkan atas jangka waktu tertentu atau selesainya suatu pekerjaan waktu tertentu
b. Harus ditulis secara tertulis menggunkan bahasa Indonesia
c. Tidak ada masa percobaan
d. Hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau pekerjaanya selesai dalam waktu tertentu.
e. Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Menurut penjelasan pasal 59 ayat 2 UU no 12 tahun 2003, bahwa yang dimaksud pekerjaan tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi oleh waktu dan merupakan bagian dari suatu produksi dalam suatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan musiman adalah pekerjaan yang bergantung pada cuaca atau kondisi tertentu. Apabila pekerjaan ini terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan merupakan bagian proses produksi tetapi bergantung pada cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga menjadi objek perjanjian perjanjian kerja waktu tertentu. Inti dari penjelasan di atas bahwa PKWT hanya untuk :
a. Bersifat musiman
b. Berhubungan dengan produk baru
c. Perjanjian kerja harian lepas
Jika anda sudah membaca dan memahami tulisan ini, silahkan lihat perjanjian kerja anda dengan vendor. Apakah perjanjian tersebut telah memenuhi persyaratan PKWT, Jawabnya ada ditangan anda sendri. Kenapa penerapan sistem PKWT bisa terus bertahan di BRI bahkan semakin merajarela ? karena tidak pernah ada yang mempermasalahkannya. Bagaimana status pekerja PKWT-nya batal demi hukum, sesuai pasal 15 KEP.100/MEN/VI/2004 maka status karyawan akan menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) alias pekerja tetap untuk perusahaan pengguna jasa tenaga.

Jumat, 08 Oktober 2010

Serikat Pekerja (SP) BRI untuk Karyawan Outsourcing BRI

BRI Rumah Kita  Harapan Kita

Pentingnya serikat pekerja yang menaungi karyawan Outsoursing BRI sebagai wadah untuk membela dan memperjuangkan nasib karyawan Outsourcing.

Tidak ada seorangpun karyawan outsourcing BRI yang bekerja tanpa mengharapkan imbalan yang sepantasnya atau layak, demikian pula manajemen BRI menginginkan hasil yang maksimal dari kita. Apapun keaadaanya semua karyawan BRI diharuskan melayani masyarakat dan kepentingan perusahaan dengan sepunuh hatinya, meskipun kita ini diperlakukan sebagai anak tiri oleh Serikat Pekerja BRI. Sekedar diketahui bahwa karyawan outsourcing BRI tidak ada dalam daftar Serikat Pekerja (SP) BRI, sehingga banyak sekali perbedaan perbedaan perlakuan yang kita alami, Sikap diskriminatif ini masih banyak kita alami, sebagai contoh :
Masih ingat di benak kita beberapa bulan yang lalu, sebelum lebaran idul fitri tiba. Karyawan organik menerima THR 2X dari upah atau gaji mereka yang berasal dari perusahaan/BRI. Outsourcing hanya menerima THR 1X gaji, itupun dibayar dengan cara memotong gaji kita tiap bulan sebelumnya, lalu di kumpulkan dan dibagikan menjelang hari raya idul fitri. Mungkin banyak teman Outsourcing yang tidak tahu bahwa kita warga Outsourcing BRI ini tidak menerima THR yang sebenarnya.
Lain lagi yang dialami teman kita Rita (nama samaran) seperti yang di ungkapkan dalam facebook dari BRI cab.sangatta kaltim..kanwil banjarmasin, karena kesalahan kecil saja langsung dikenakan PHK, tanpa ada lembaga atau SP yang membela kepentingan dan hak-haknya sebagai karyawan. Dia harus berjuang sendirian tanpa ada yang mendampingi, seiring dengan berjalannya waktu, merasa putus asa dan harus menerima pilhan PHK. Bayangkan jika ada teman-teman organik yang tersandung masalah dengan manajemen, SP BRI selalu dengan rendah hati untuk menawarkan bantuan demi kepentingan dan hak-hak karyawan tersebut. Siapa yang membela kepentingan dan hak-hak teman Outsourcing  BRI ? Tidak ada !
Masih soal kesejahteraan, apa saja yang diterima teman organik ? Tunjangan Cuti, tunjangan Cuti Besar, tunjangan kesahatan untuk keluarga (Anak dan istri) diberikan oleh perusahaan BRI. Teman Outsourcing sama sekali tidak dapat, kalaupun dapat tunjangan cuti prosesnya sama dengan THR, dibayar dengan gaji sendiri. Jangan-jangan Jamsostek yang menjadi kewajiban perusahaan inipun juga dibayar dengan potongan gaji karyawan Outsourcing BRI, Kalau pelanggaran tentang Jamsostek bisa dituntut pidana. Mudahan-mudahan jamsostek kewajiban perusahaan vendor memang dibayar oleh vendor itu sendiri.
Inilah wajah outsourcing di BRI, semua bisa terjadi, peraturan diabaikan bahkan terkesan sengaja dilanggar. Ada seribu satu alasan bagi management untuk membedakan kepentingan teman Outsourcing dengan teman Organik. Kepentingan dan kesejahteraan karyawan outsourcing tidak pernah diperjuangkan karena memang belum ada wadah/tempat naungan aspirasi bagi warga outsourcing BRI. SP BRI selama ini tidak mencatumkan karyawan outsourcing kedalam anggotanya, untuk itu perlu dibentuk Serikat Pekerja yang mau menaugi karyawan outsourcing sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan hak-hak karyawan outsourcing . Selama ini SP BRI hanya membela kepentingan teman organik saja, inilah yang membedakan tingkat kesejahteraan karyawan BRI. Peningkatan kesejahteraan karyawan BRI organik selalu diagendakan oleh SP BRI setiap tahunnya.
Nasib Karyawan Outsourcing tidak pernah diperjuangkan. Kelak jika aggota SP BRI yang menaungi karyawan Outsourcing dan memliki anggota lebih dari 50% dari total karyawan akan lebih mudah membuat PKB (perjanjian kerja bersama), sehingga posisi karyawan outsourcingpun memiliki bergaining/kekuatan yang cukup kuat di BRI, SP akan memiliki hak veto untuk membatalkan semua kebijakan yang dirasa merugikan karyawan outsourcing. Sekedar diketahui saat ini 80% karyawan BRI adalah Outsourcing, sehingga masih mungkin membuat SP dengan keanggotan lebih dari 50% dari total karyawan BRI.

Minggu, 03 Oktober 2010

Pajak Outsourcing

Cara Instan Menaikkan Gaji/kesejahteraan Karyawan Outsourcing

Semua teman-teman Outsourcing BRI pasti tahu kalau ada selisih gaji yang cukup signifikan antara gaji yang di OB (over booking) dengan yang masuk ke buku tabungan masing-masing, mungkinkah salah satu item yang menjadikan selisih itu adalah pajak pertambahan nilai atau lebih dikenal dengan PPN 10% ? Jika vendor mengacu SE-05/PJ.53/2003 saja tanpa memperhatikan peraturan lainnya, besar kemungkinan muncul PPN 10% dari total nilai tagihan vendor ke BRI. Sebagian besar outsourcing adalah pemborong pekerjaan dimana aturan SE-05/PJ.53/2003 tepat untuk dilaksanakan, namun yang terjadi di lingkungan perusahaan BRI, pihak outsourcing atau vendor hanya menyediakan tenaga kerja saja dan memberikan upah/gaji karyawan Outsourcing setelah perusahaan outsourcing menerima upah/gaji yng telah di klaimkan ke BRI, dan perlu dicatat tenaga outsourcing di BRI bertanggung jawab langsung ke BRI bukan ke vendor/Outsourcing.  

Apa bedanya gaji teman outsourcing BRI dan gaji teman organik BRI ?
Gaji Outsourcing kok kena PPN 10% lucu sekali, bukannya hanya Pph saja ? ……. Teriak teman outsourcing yang gelap mata melihat slip gaji teman-teman organik yang memang tidak tercantum PPN 10%,  hanya mecatumkan Pph saja yang besarnya tidak lebih dari 2%.

Berdasarkan PP 144 th 2000 pasal 14 Jasa tenaga kerja seperti yang kita jalani sekarang ini lebih pantas  dikenakan pajak penghasilan saja, sedangkan PPN hanya dikenakan ke Management fee saja sesuai dengan UU No36/2008 Pasal 23 ayat 1 huruf c, dengan diperjelas lagi Peraturan Menteri Keuangan  No 244/PMK.03/2008.

Perlukah kita menyalahkan pihak Vendor/Outsourcing karena kita telah kehilangan sebagian dari total gaji untuk membayar lebih banyak pajak PPN 10%. Disini vendor tidak bisa mutlak disalahkan karena pada waktu mengirimkankan klaim ke BRI pihak vendor hanya menyerahkan satu invoice (invoice tunggal) saja (semua item gaji, tunjangan, management fee, dll dijadikan satu), sehingga menurut SE-05/PJ.53/2003 akan muncul PPN 10% dari nilai bruto.

Huh ! konyol tulisan ini…...teriak teman outsourcing lain, dari mana gaji kita bisa naik ?

Gaji kita, kawula Outsourcing ini bisa naik secara instan jika pihak BRI menolak tagihan dari vendor yang model satu invoice saja !
Pihak vendor harus memisahkan anatar  invoice jasa tenaga kerja dan invoice management fee atas jasa outsourcingnya, sehingga atas jasa tenaga kerja hanya dikenakan pajak penghasilan saja, sedangkan atas jasa pelayanan outsourcing yang lebih dikenal dengan management fee di kenakan PPN 10%

Contoh perhitungan : Perusahaan X telah mengalokasikan biaya borongan setiap bulan untuk tenaga outsourcingnya sebesar Rp 1.208.000 dengan rincian sebagai berikut :
            Gaji Karyawan              : Rp 1.000.000,-
            Management fee 10%   : Rp    100.000,- +
            Total tagihan                 : Rp 1.100.000,-
            PPN 10%                     : Rp    110.000,- + (Dikenakan atas nilai bruto)
            Total                             : Rp 1.210.000,-                        
            Pph 23                          :              2.000,- -  (Hanya dikenakan atas management fee saja, 2%)
Total Tagihan                 : Rp 1.208.000,-     (Pph langsung dibayarkan Perusahaan pengguna jasa ke departemen  Pajak)

Jika perusahaan outsourcing/vendor  mengajukan klaim dengan dua model  invoice terpisah :

Invoice pertama  atas jasa tenaga kerja saja (Berdasarkan PP 144 th 2000  pasal 14, UU36 tahun 2008, dan Peraturan Menteri Keuanagan  244/PMK.03/2008, hanya dikenakan Pph)
            Invoice I :         Gaji Karyawan : Rp 1.000.000,-
                                    Pph 21 (2%)     : Rp     20.000,-  -
                                    Total Gaji          : Rp   980.000,- 

Invoice kedua atas jasa management fee (Berdasarkan SE-05/PJ.53/2003 dikenakan  PPN 10%,)
            Invoice II  :       Mangement fee (10%)   : 10% X Rp. 1.000.000,-
                                                                        : Rp 100.000,-
                                    PPN 10%                     : Rp.  10.000,-  +
                                    Jumlah                          : Rp.110.000,-
                                    Pph 23                          : Rp     2.000,-  -
                                    Total                             : Rp 108.000,-
           
Total Klaim kedua invoice          = Invoice I + Invoice II
                                                = Rp 980.000,- + Rp 108.000,-
                                                = Rp 1.088.000,-

Dari perbedaan cara penagihan vendor ke perusaahan pemakai jasa tenaga kerja terjadi selisih biaya sebesar :
            Invoice tunggal                                      : Rp 1.208.000,-
            Invoice terpisah (Invoice I + Invoice II)  : Rp 1.088.000,- -
                                                                          Rp    120.000,-

Ada selisih Rp 120.000,- sebuah angka  yang cukup besar bagi karyawan outsourcing, dengan beban biaya yang sama bagi perusahaan dan tanpa mengurangi pendapatan perusahaan Outsourcing/vendor,  gaji karyawan  outsourcing bisa naik 10% lebih, sebuah angka kenaikan yang cukup tinggi melibihi kenaikan gaji temen-teman organik yang nilai SMK-nya Istimewa, bedanya kenaikan ini hanya terjadi satu kali bagi karyawan outsourcing, sedangkan teman-teman organik bisa naik  setiap tahun tergantung nilai SMK-nya.

Wah ini hanya akal-akalan saja sehingga tidak perlu membayar lebih banyak PPN !..... gerutu teman pemungut pajak .

Ada baiknya teman-teman vendor dan pejabat BRI yang berwenang membayar tagihan ke vendor  untuk melihat Peraturan Menteri Keuangan 38/PMK.03/2010 tentang tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian faktur pajak dengan penjelasan lebih lanjut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tentang bentuk, ukuran, prosedur pemberitahuan dalam rangka tata cara pengisian keterangan, tata cara pembetulan atau penggatian dan tata cara pembatalan faktur pajak. Kedua peruaturan tersebut diatas diperjelas lagi dengan SE-56/PJ/2010 tentang penjelasan mengenai penggunaan faktur pajak lama.
Dari berpedoaman ketiga peraturan diatas perusahaan wajib pajak di perkenankan untuk menggunakan faktur pajak yang sesuai/cocok  bagi perusahaan (wajib pajak), sepanjang memuat hal-hal yang dipersyaratkan wajib ada, dengan demikian dapat dibenarkan secara hukum jika pihak vendor harus menerbitkan dua invoice faktur pajak (memisahkan anatara jumlah beban tenaga kerja dan management fee). PPN hanya dikenakan atas jasa pelayanan outsourcingnya saja, sedangkan  untuk jasa tenaga kerja dikenakan pajak penghasilan saja, dikarenakan pihak outsourcing/vendor  tidak bertanggung jawab atas hasil kerja karyawannya. Karyawan Outsourcing bertanggung jawab secara langsung ke BRI.
Jika masih ada invoice tunggal dari vendor,  sudah sepantasnya teman-teman BRI yang berwenang memberikan fiat pembayaran ke vendor untuk menolak invoice tersebut dan menyuruh vendor untuk memisahkan tagihan tersebut, dengan tujuan untuk memberikan peluang kenaikan gaji/kesejahteraan  karyawan outsourcing. Jadi sangat disayangkan jika selama ini kesalahan perlakuan pajak terjadi karena kurang teliti terhadap terbitnya peraturan-peraturan perpajakan yang lain, sehingga memunculkan nilai pajak yang berlebihan.

Kesimpulan : 
Dengan beban biaya yang sama bagi perusahaan BRI dan tanpa mengurangi pendapatan perusahaam Outsourcing,  gaji karyawan  outsourcing sudah bisa naik  10% lebih dengan cara menerapkan cara-cara diatas. Cara yang sederhana namun sangat berarti bagi karyawan outsourcing.

Tulisan ini saya buat dengan tujuan untuk memberikan salah satu cara meningkatkan gaji atau kesejahteraan  karyawan outsourcing, bukan untuk tujuan bagaimana BRI menghemat biaya pengeluaran untuk SDM outsourcingnya, bukan juga ide untuk meningkatkan besaran management fee-nya perusahaan outsourcing.

Senin, 27 September 2010

THR Outsourcing

THR-ku Oh THR....  Benarkah itu THR ???????

Mungkin hati teman-teman OS BRI berbinar-binar ketika melihat jatah THR muncul di butab masing-masing sebelum lebaran lalu. Benarkah itu THR murni atau akal-akalan saja ? Tulisan ini mungkin memberikan gambaran betapa terpinggirnya hak-hak karyawan outsourcing. Menurut PP No 8 Th 1981 Pasal 22, siapapun tidak boleh memotong gaji karyawan untuk alasan apapun. Mungkinkah vendor berbaik bati membayar THR kita ? Atau Pihak BRI yang membayar THR ? Kecil sekali kemungkinan pihak BRI membayar langsung THR karena memang kita kawula Outsourcing secara normatif UU bukan karyawan BRI melainkan karyawan vendor.
Lantas siapakah yang membayar THR kemarin ?
Pihak Vendor ?
kecil kemungkinan pihak vendor membayar THR dengan mangambil sisa dari management fee (Ongkos jasa Vendor dengan BRI). Kemungkinan terbesar adalah karyawan outsourcing BRI membayar THR dari gajinya sendiri, gaji yang dipotong setiap bulan kemudian dikumpulkan dan diberikan menjelang lebaran. Lantas mau menuntut kemana ? ke BRI  ? tidak mungkin  karena kita dengan alasan UU bukan karyawan BRI dan soal Kesejahteraan karyawan outsourcing bukan tanggung jawab BRI.
Mau minta pertanggung jawaban  pihak vendor ? Pihak vendor berdalih  gaji outsourcing cuma numpang lewat doang ditranfers dari BRI masuk ke vendor lalu diteruskan ke karyawan Outsourcing (Jika vendor menerapkan PP no 8 Th 1981 pasal 22), vendor hanya mendapat management fee saja tidak lebih
.

Kesimpulan :
            Tunjangan kesejahteraan yang diperoleh karywan Outsourcing  (THR, Jamsostek, Askes, Cuti dll) seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan  bukan karyawan Outsourcing sendiri yang membayar dengan cara vendor mengumpulkan potongan gaji kita tiap bulan dan menyerahkannya kembali ketika lebaran  akan datang. Akal bulus ciamik antara Vendor dan pengguna Jasa tenaga kerja (BRI).

THR dan Tunjangan Kesejahteraan lainnya (Jamsostek,Askes) yang menjadi hak setiap karyawan harus dibayar perusahaan itu sendiri, tidak boleh mengambil sepeserpun dari gaji kita (PER-04/MEN/1994)

Mhn maaf ini hanya tulisan/opini belaka, Untuk lebih jelasnya silahkan teman-teman konfirmasi ke vendor untuk mengecek rincian gaji masing-masing. Jika tulisan saya ini benar,  mari satukan hati dan langkah untuk meminta hak kita dengan cara arif dan bijaksana.

Jumat, 03 September 2010

Outsourcing BRI Melanggar KEPMEN NO. 220 TH 2004

Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan (Out Sourcing)  harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan ;
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan;
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yangmendukung dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan alur kegiatan kerja perusahaan pemberi pekerjaan.
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung artinya kegiatan tersebut adalah merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana biasanya.

Apakah pekerjaan temen-temen outsourcing memenuhi kriteria diatas ? jawabannya tentu  ada yang tidak, padahal syarat outsourcing harus memenuhi keempat kriteria diatas
jadi teralu amat jelas bahwa outsurccing deskman/teler/amkur/fo tidak boleh di outsourcing-kan sesuai dengan pasal 6, KEPMEN NO. 220 TH 2004.

Jawab dengan Hati Tulus Anda-OutSourcing BRI Melanggar UU

Siapa yang merasa OB Gaji outsorcing sesuai dengan yang di transfer di butab masing-masing ?
Berapa besar selisihya dengan yang kita terima ? Luar Biasa !!! Padahal pihak Outsourcing maximal hanya berhak 5% saja, kemana seleisih gaji kita ? mungkin demit,tuyul,hantu atau lainya yang makan gaji kita. Sesuai pasal 22 PP No 8 th 1981 tak ada yang berhak memotong gaji tanpa persetujuan kita. Setujukan anda sistem outsourcing yang ada di BRI ?

Siapa yang merasa dapat SK dari BRI ? SK mutasi, SK perubahan jabatan, SK Skors, SK Non-Aktif, bahkan SK pemecatan, berarti kita 100% ada di kendali BRI bukan outsourcing, yang merasa punya SK BRI berarti karyawan BRI

Siapa yang merasa pekerjaan kita adalah pekerjaan inti (Core Value) dari bisnis BRI ? 
  1. Perbankan butuh penyaluran Kredit untuk mencari laba dan menghidupi karyawanmya, Kredit adalah bisnnis utama dari perbankan, semua AMKUR bertanggung jawab dan melaporkan semua kegiatan kepada Mantri/Ka.Unit, Mana ada Ka. Unit yang OutSourcing ? Semua laporan KUR ditujukan di masing-masing Cabang buakan perussahaan Outsourcing.  
  2. Deksman merupakan Job Penting Unit/Cabang, kalau tidak percaya silahkan ijin bersama-sama atau sekali-kali mokong tidak masuk bersamaan, pasti kinerja unit/cabang pasti drop dan pihak BRI akan mencari deskman pengganti cadangan.  
  3. Teller ? Luar biasa fungsinya. Coba tulisi OFFLINE di depan pintu, akan adakah transaksi keuangan ?Mustahil jika teller juga dianggap bukan dari job inti perusahaan
Sarat pekerjaan  OutSourcing  (PKWT/Perjanjian untuk waktu tertentu) adalah pekerjaan yang bukan bisnis inti perusahaan (Pasal 59 ayat 1 dan 2 UU No 13 tahun 2003)

Siapa yang merasa bekerja di BRI sepanjang tahun ? 
Kita semua bekerja dari senin-jumat sepanjang tahun, tidak kenal musim hujan, musim tanam, musim apapun, setiap hari kita bekerja sepanjang tahun sampai dengan usia pensiun kita
Outsourcing hanya untuk pekerjaan yang sekali seleseai atau sementara sifatmya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) Tahun. (Bab II KEP.100/MEN/VI/2004)

Siapa yang merasa job/pekerjaan bersifat bukan musiman ?
Semua karyawan yang ada di BRI bekerja tidak mengenal musim, yang gawat kalau pihak manajemen menggaggap kita bekerja menurut musim kerjaan, heee.hhee ya mungkin mereka menggagap kita bekerja di musim produktif. pekerjaan bukan musiman tidak boleh di outsourcing-kan (Bab III KEP.100/MEN/VI/2004)

Siapa yang merasa job/pekerjaan adalah produk baru ?
berbahagialah mereka yang dapat job teller atau deskman, tapi jangan kwatir untuk AMKUR atau FO yang sudah teken kontrak lebih dari 2 kali, atau sudah bekerja 2 tahun berturut-turut tanpa ada SK Pemecatan akan lolos dari klausul ini. Jelas pekerjaan kita bukan berupakan pekerjaan baru (Bab IV KEP.100/MEN/VI/2004)