Selasa, 14 Desember 2010

Pajak Outsourcing II

Dugaan Vendor Outsourcing BRI Ngemplang Pajak lebih dari 1 M setiap Bulan


Setelah memotong pendapatan karyawan outsourcing ternyata para vendor outsourcing ini patut di duga tidak membayar pajak sesuai dengan kenyataan yang ada, lebih dari 1 Milyar rupiah pendapatan pajak yang tidak masuk ke kas pajak negara setiap bulannya.

Saya ucapkan terima kasih kepada temen-teman yang ikut urun rembug (diskusi ) yang telah banyak, memberikan masukan dan kritikan kepada saya. Setelah tulisan potongan gaji outsourcing II online di blog ini,  dua hari kemudian penulis menerima email dari salah satu rekan pekerja outsourcing BRI, kebetulan dia seorang teller di di salah satu cabang BRI. Apa yang dikirmkan ke email saya ? tiga buah copy voucher/slip mengenai gaji Outsourcing, dan setelah saya hitung ulang tabel potongan gaji outsourcing ternyata  tepat dan hanya selisih Rp 1,- saja. Dari tiga copy kiriman slip tersebut masih bisa dirinci dengan jelas sebagai berikut :
Dari tabel diatas dapat ditarik tiga kesimpulan :

Pertama, vendor mendapatkan imbal jasa selain manajemen fee meskipun pendapatan ini dikembalikan ke karyawan dalam bentuk THR dan Tunjangan cuti, asuransi kesehatan, dan jamsostek, karena  item ini yang tidak langsung diberikan ke karyawan, maka penulis mengartikan di simpan oleh vendor dan dapat dikategorrikan sebagai pendapatan vendor. Cara pemotongan seperti ini sebenarnya melanggar pasal 22 PP no 8 Th 1981, Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yang diperjelas dengan  Surat Edaran Nomor SE-53/PJ/2009 maka pendapatan pihak vendor harus dikenakan Pph 23 sebesar 2% dari total pendapatan bruto yaitu Rp 15.847,- (2% dari Rp 792,369, baris o dalam tabel o,), artinya ada selisih kas pembayaran pajak Rp 15.847 – Rp 7,237,- =  Rp 8.610,-. Jika diasumsikan jumlah karyawan outsourcing BRI ada 24.000 orang maka negara akan kehilangan potensi pajak sebesar = 24.000 X Rp 8.610,- = Rp 206.637.644,- setiap bulannya.

Kedua, Jika pihak vendor tidak mau menjelaskan secara rinci komponen gaji karyawan outsourcing maka sesuai dengan butir 2 ayat c lampiran di SE-53/PJ/2009 maka dasar nilai wajib kena Pph 23 adalah total tagihan sebelum Ppn 10%. Dengan demiki besar Pph yang wajib di setor adalah Rp 2.774.369,- X 2% = Rp 55.487,-. Ada  selisih pembayaran sebesar Rp 55.487 – Rp 7,237 = Rp 48.250. Jika diasumsikan jumlah karyawan outsourcing BRI ada 24.000 orang maka negara akan kehilangan potensi pajak Pph 23 sebesar = 24.000 X Rp 48.250,- = Rp 1.157.997.644,- setiap bulannya. Patut di duga Lebih dari 1 Milyar Pajak tidak masuk ke Kas negara setiap bulannya.

Ketiga, Sudah seharusnya vendor menjalankan proses penggajian karyawannya apa adanya, artinya semua karyawan harus menerima gaji seperti yang dikeluarkan pihak BRI dikurangi Management fee saja, dengan resiko vendor harus membayar membayar THR, Jamsostek dari pendapatan vendor sendiri.   Jika vendor menerapkan langkah ini maka Pph 23 untuk karyawan tersebut hanya Rp 7.237,- sudah tepat, sehingga tidak melanggar aturan perpajakan, cara ketiga inilah yang paling bijaksana, pilihan dengan resiko hukum terkecil dari pada dua kesimpulan diatas,kalau vendor keberatan dengan aturan THR atau Jamsostek ya ngak usah di bayar, toh tidak ada aturan hukum jika perusahaan tidak membayar THR dan denda sangat ringan jika melanggar jamsostek, maximal denda hanya Rp 200.000,- dan sanksi administrasi saja bagi perusahaan yang melanggar aturan jamsostek. Biarkan masyarakat yang menilai bahwa bekerja di bank yang menghasilkan pendapatan terbesar bagi negara, ternyata sebagian besar pekerjanya tidak mendapatkan THR dan Perlindungan Jamsostek. Jangan paksa kami untuk menjaga nama baik perusahaan dengan membayar tunai lebih dari 35% dari  gaji kami setiap bulannya, hanya untuk menutupi kebobrokan outsourcing di BRI. Lebih bijak jika kami menjaga nama baik perusahaan dengan kinerja yang terbaik buat perusahaan.


Minggu, 05 Desember 2010

Potongan Gaji Outsourcing II

Setelah berbulan-bulan menghitung daftar gaji teman-teman outsourcing, akhirnya ketemu juga rincian gaji yang dikeluarkan oleh BRI ke vendor untuk setiap bulannya. Maklum komponennya harus tepat dan cocok jika dihitung untuk teman di dibagian lain sperti CS, Deskman, Frontliner, Teller.

Khusus untuk teler ada selisih Rp100.000,- dan setelah dihitung dan dikonsultasikan ke teman-temen ternyata angka ini adalah tunjangan resiko kas, namun tidak diterima oleh si teller tersebut. Tunjangan resiko kas ini disimpan dimana penulis tidak tahu. Kemungkinan pihak BRI mencadangkan resiko kas atas kesalahan teller dari dana ini.

Untuk teller, cs, frontliner, dan administrasi ada kenaikan gaji pokok sesuai dengan masa kerjanya sebesar Rp.150.000,- dengan demikian teman-teman ini ada yang punya gaji pokok Rp 1.400.000,  Rp 1.550.000, dan Rp .1.700.000 tergantung dari lama  bekerja.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa THR dan Tunjangan Cuti adalah omong besar dari pihak vendor,  karena realitanya adalah kumpulan/akumulasi dari gaji kita yang dipotong tiap bulan